SUBMARINE SEA AND JUNGLE SURVIVAL

Minggu, 31 Januari 2010


Kemampuan bertahan diri seorang manusia terhadap lingkungan sekitar yang mengancam bisa berasal dari dirinya yang merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa atas disertakannya akal dalam penciptaan manusia atau bisa juga bertambah dari proses berlatih maupun kebiasaan bersentuhan dengan alam lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar tersebut bisa saja habitat asli maupun habitat asing. Sea dan Jungle Survival merupakan dua contoh mekanisme bertahan manusia terhadap lingkungan sekitar yang bukan merupakan habitat aslinya.

Lingkungan laut yang bukan merupakan habitat asli manusia memiliki karateristik yang musti dipahami dan dimengerti oleh manusia. Manusia diberi akal dan kemampuan bukan ditujukan untuk melawan kehendak alam, melainkan agar manusia dapat mengoptimalkan potensi yang ada di dirinya dalam rangka bersentuhan dengan alam. Man Over Board (terjatuh ke laut), NBCD, kapal tenggelam serentetan resiko yang mungkin terjadi di laut lepas pada saat kapal selam melaksanakan operasi.


Satuan Kapal Selam Koarmatim sebagai satuan pembina materil dan personel kapal selam menyadari benar arti pentingnya kemampuan bertahan hidup manusia terhadap lingkungan sekitar yang bukan merupakan habitat aslinya, apalagi lingkungan di daerah musuh. Hal inilah yang melatarbelakangi diselenggarakannya Submarine Sea and Jungle Survival Exercise atau Survivex yang wajib diikuti oleh seluruh personel Satuan Kapal Selam.

Dalam hal pelaksanaan Survivex, Satuan Kapal Selam bekerja sama dengan Batalyon Intai Amphibi dalam hal Pelatih dan daerah latihan. Pada awal diselenggarakannnya Survivex, daerah latihan mengambil tempat di Pusat Latihan Tempur Marinir Karang Tekok, Banyuwangi. Namun seiring berjalannya waktu dan pergantian pimpinan, daerah latihan sekarang mengambil tempat di Pusat Latihan Tempur Marinir Lampon, Banyuwangi, tepat digodoknya prajurit-prajurit khusus Marinir Intai Amfibi. Satuan Kapal Selam patut berbangga karena dapat melaksanakan Survivex di Puslatpur Lampon, karena selain pasukan khusus Intai Amfibi Marinir tidak ada pasukan Marinir lain yang melaksanakan latihan di tempat ini.

Latihan dilaksanakan selama 2 minggu, yaitu 1 minggu pra survivex dan teori yang bertempat di Pangkalan Kapal Selam Koarmatim, dan 1 minggu praktek di Puslatpurmar Lampon.

Teori yang diberikan berupa materi-materi yang akan dilaksanakan dalam praktek di Lampon nantinya, berupa renang laut, dayung sekoci karet, menembak pistol dan senjata laras panjang, tali-temali, rappelling, dan mountaineering.

Sedangkan skenario latihan selama di Lampon adalah sebagai berikut :

Diskenariokan kapal selam sedang melaksanakan Operasi Reconnaisance di perairan musuh lebih kurang 2 mil dari garis pantai. Pada saat pelaksanaan operasi tersebut, kapal selam mengalami kedaruratan yang tidak dapat diatasi dan yang pada akhirnya Komandan kapal selam memerintahkan untuk melaksanakan peran peninggalan. Kedua liferaft kapal selam berhasil diluncurkan dan seluruh personel kapal selam berhasil keluar dari kapal dengan menggunakan Escape Suit Mk-10. Setelah seluruh personel berada di permukaan air, seluruhnya segera naik ke atas 2 liferaft yang telah mengembang dan menghabiskan malam dengan bekal seadanya. Kemudian pada saat sebelum matahari terbit, seluruh personel segera meninggalkan liferaft dan berenang menuju pantai.

Ilustrasi diatas merupakan dua dari beberapa materi survivex, yaitu bertahan hidup di laut diatas liferaft dengan bekal minim dan renang laut.

Materi selanjutnya adalah kompas siang dan kompas malam, dimana personel dibagi menjadi beberapa tim yang diberi persoalan untuk mencapai satu titik dengan hanya berbekal kompas dan seutas tali sebagai penghitung jarak. Apabila pengukuran kompas dan jarak dilaksanakan dengan teliti, maka tim-tim yang diberikan persoalan akan mendapatkan jawabannya di titik akhir. Setelah materi kompas selesai, kembali materi yang dilaksanakan adalah problem laut,yaitu renang menembus ombak, surf observation, dayung menembus ombak dan raid menggunakan perahu karet. Materi ini diberikan sebagai bekal apabila personel yang terdampar di daerah lawan akan dijemput oleh pihak kawan. Apabila dari darat mereka memiliki perahu karet, maka mereka harus memahami betul prosedur Surob (Surf Observation) agar dapat mengendarai perahu karet dengan menembus ombak dengan aman. Namun apabila mereka diharuskn berenang menuju kapal evakuasi, maka mereka harus benar-benar menguasai renang menembus ombak untuk kemudian dilaksanakan raid menggunakan perahu karet.

Setelah problem laut selesai, para pelaku dihadapkan dengan persoalan yang lebih berat, yaitu problem hutan. Pada problem hutan ini, para awak KS melaksanakan lintas medan menuju hutan untuk melaksanakan materi berbivak, prosedur membuat jebakan untuk binatang, mengesan jejak, dan bagaimana cara membuat api dari kayu. Juga dilaksanakan materi cara menangkap ular. Semua materi ini adalah sebagai bekal apabila para awak KS dihadapkan pada kondisi di hutan dengan bekal seadanya, mereka dapat tetap bertahan hidup dengan sumber makanan yang terdapat di hutan.

Materi berikutnya adalah hiking, mendaki pegunungan Tumpang Pitu tanpa bekal makanan dan minuman. Sumber air yang diijinkan dikonsumsi hanyalah yang berasal dari akar pepohonan. Kemudian di puncak gunung Tumpang Pitu, para awak KS melaksanakan berbivak dan bermalam disana untuk kemudian pada pagi harinya menuruni pegunungan Tumpang Pitu sekaligus melaksanakan materi mengesan jejak. Tiba di kaki gunung Tumpang Pitu pada sore hari, para awak KS melanjutkan materi Jurit Malam.

Materi terakhir yang dilaksanakan adalah materi kemampuan perorangan, yaitu lempar kapak dan pisau, rappelling dan mountainaring serta menembak pistol dan senjata laras panjang. Juga dilaksanakan pengenalan tentang bahan peledak dan demolisi. Setelah seluruh materi dilaksanakan, para awak kapal selam berhak meggunakan pin Submarine Sea and Jungle Survival sebagai tanda bahawa awak kapal selam telah mampu bertahan hidup di laut dan di hutan apabila terjadi kedaruratan pada kapal selam.

0 comments: