Pada sekitar tahun 1930 jumlah pelaut Indonesia sudah cukup banyak, diantaranya 4.800 orang di KPM dan 2.400 orang di Koninklijke Marine (KM). Mereka inilah yang nantinya merintis usaha pembangunan di bidang kelautan.
Sejalan dengan perkembangan pergerakan nasional Indonesia, pemuda pelaut yang bekerja di kapal-kapal Belanda berusaha membentuk berbagai organisasi kelautan antara lain, Inlandsche Marine Bond (IMB) dan Christtelijke Inlandsche Marine Bond (Ch IMB). Melalui organisasi ini para pelaut Indonesia berhasil membangkitkan kesadaran nasional serta mempertebal semangat kelautan.
Seperti telah dikemukakan, bahwa pada masa penjajahan Belanda pemuda Indonesia telah mendapat kesempatan mengikuti pendidikan kelautan yang masih terbatas. Pembatasan ini disebabkan Belanda khawatir apabila para pemuda yang mendapat pendidikan itu menjadi besar potensi militernya, sehingga dapat membahayakan kekuasaannya di Indonesia. Kesempatan pendidikan yang terbatas inilah yang dimanfaatkan oleh D. Ginagan putra kelahiran Sibolga, Sumatera Utara 23 April 1918 untuk belajar di negeri Belanda atas biaya sendiri.
Pada tahun 1937 D.Ginagan pergi ke Belanda untuk memperdalam pendidikan kepelautan, ia masuk Gemeentelijke Zeevaartschool di Den Helder mengambil jurusan pelaut selama 3 tahun. Setelah lulus kemudian memperdalam pengetahuannya pada jurusan mesin di Groningen selama 2 tahun. Setelah selesai pendidikan ini, D.Ginagan tinggal di negeri Belanda sampai 1946. Selama tinggal di negeri Belanda, D. Ginagan bekerja pada perusahaan perkapalan Belanda sebagai Stuurman, Pada tanggal 10 Mei 1940 sebelum Jerman menyerang Belanda, D.Ginagan merencanakan untuk berangkat ke Amerika Serikat dengan kapal Belanda. Namun karena Jerman menyerang Belanda rencana tersebut dibatalkan.
Selama tinggal di negeri Belanda D. Ginagan ikut aktif berjuang untuk kepentingan bangsa Indonesia baik sebelum diproklamirkan kemerdekaan Indonesia manpun sesudahnya. Karena aktifitasnya dalam membela kepentingan Indonesia, pada tahun 1946, D. Ginagan diusir dari negeri Belanda, kemudian ia kembali ke Indonesia pada bulan Desember 1946.
Melihat situasi perjuangan yang banyak memerlukan tenaga-tenaga terampil untuk membantu meningkatkan kemampuan tentara kita, setelah sampai di tanah air, D. Ginagan melaporkan ke Kementerian Pertahanan dan sesuai keahliannya ditempatkan di Kementerian Pertahanan bagian Angkatan Laut dengan status sebagai pegawai sipil. Selama menjadi pegawai sipil inilah timbul ide/gagasan untuk membuat kapal selam.
Selama ini banyak yang mengira bahwa perkembangan kapal selam di TNI AL dimulai sejak tahun 1958, yaitu dengan adanya proyek pengambilan kapal di Polandia dalam rangka Trikora, di bawah pimpinan Laksamana O.B. Syaaf. Sebenarnya pemikiran atau gagasan untuk membuat kapal selam sendiri di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1946.
Banyak orang di kalangan TNI AL sendiri yang tidak tahu, siapa sebenarnya tokoh yang mempunyai gagasan untuk membuat kapal selam di Indonesia. Tokoh tersebut adalah warga TNI AL sendiri yang pada waktu itu rnasih berstatus pegawai sipil pada Kementetian Pertahanan Bagian Angkatan Laut yaitu, D. Ginagan. Inspirasi ide tersebut timbul setelah melihat pameran kapal selam yang dikendalikan oleh satu orang (Eenpersoons D/tikboof) di Groningen, Belanda pada tahun 1946. Kapal ini adalah kapal yang dipakai oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II, dan pada waktu sedang dikembangkan oleh Jerman. Untuk melaksanakan ide tersebut, D. Ginagan segera mengajukan permohonan kepada Kementerian Pertahanan, rupanya gagasan itu disetujui. Segera setelah ijin disetujui, ia menghubungi Penataran Angkatan Laut (PAL) sekarang PT PAL dan pabrik besi/Perbi di Yogyakarta. Dalam melaksanakan ide tersebut, D. Ginagan banyak dibantu oleh M. Susilo pegawai Perencana Perkapalan terutama dalam pembuatan gambar (design). Pembuatan kapal -selam ini dimulai sekitar bulan Juli 1947 di Perbi Yogyakarta dengan anggaran ± 35.000 (ORI).
Data kapal selam yang tidak berperiskop ini adalah sebagai berikut: panjang 7 m, lebar 1 m dan DWT 5 ton. Kapal selam tersebut dilengkapi dengan sebuah torpedo kapal terbang yang banyak terdapat di lapangan terbang Maguwo Yogyakarta, peninggalan Jepang dengan panjang 5 meter. Alat penggerak kapal tersebut sebuah mesin mobil Fiat berkekuatan 4 PK, sedangkan sebagian badan kapal digunakan untuk tangki bensin.
Kapal selam ini adalah kapal selam mini yang dikemudikan oleh satu orang dan mampu meluncurkan torpedo dengan jarak tembak lebih kurang 1 - 1½ mil yang direncanakan untuk menerobos blokade laut Belanda yang pada waktu itu telah menutup sebagian besar perairan Indonesia. Setelah kapal tersebut selesai dibuat, lalu diadakan uji coba di Kalibayem, Yogyakarta yang dihadiri oleh masyarakat Yogyakarta dan pejabat-pejabat penting pemenntah seperti, Menteri Pertahanan dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Presiden Sokarno sendiri sempat rneninjau kapal selam tersebut sebelum diadakan uji coba di Kalibayem. Dalam percobaan tersebut yang berjalan selama 1 jam kapal dikendalikan sendiri oleh D. Ginagan dan dapat berlayar namun belum bisa menyelam, karena belum ada baterainya.
Keberhasilan uji coba ini membawa dampak yang sangat positif bagi perjuangan bangsa Indonesia, terutama dalam menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air dan rela berkorban demi untuk tetap tegaknya kemerdekaan Indonesia. Reaksi yang timbul dari pemenntah Belanda terhadap uji coba kapal selam ini sangat meremehkan sekali. Hal tersebut dapat diketahui dari siaran radio Belanda yang bernada penghinaan. "Wah, orang Indonesia di Kali membuat kapal selam dari drum".
Sebetulnya ungkapan dari pihak Belanda terhadap keberhasilan uji coba ini merupakan bukti kekhawatiran pihak Belanda akan kemampuan bangsa Indonesia dalam mempersenjatai tentaranya. Bahkan dampaknya perjuangan melawan Belanda semakin berkobar di seluruh wilayah Indonesia.
Pada waktu agresi Belanda II kapal selam ini masih dalam tarap perbaikan, kemudian D. Ginagan mendapat tugas mendampingi KSAL ke Aceh. Ketika kembali dari Aceh dalam rangka persiapan pembentukan Staf Angkatan Laut RI di Aceh, kapal selam mini tersebut telah ditarik kembali ke pabrik besi Perbi. Namun karena pada waktu itu situasi perjuangan semakin mernanas akibat agresi Belanda II dan semuanya sibuk berjuang menjadikan perbaikan terhadap kapal selam ini terhenti. Sejak tahun 1948, D. Ginagan masuk Angkatan Laut Republik Indonesia dengan pangkat Kapten serta pensiun tanggal 31 Agustus 1961 dengan pangkat Letnan Kolonel.
0 comments:
Posting Komentar